ADAP
DAN KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KELUARGA
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasehat dan
petuah karena kata-kata sangat berpengaruh dalam keselarasan pergaulan. “
Bahasa Menunjukkan Bangsa” . Pengertian bangsa yang dimaksud di sini adalah
orang baik-baik atau orang yang berderajat atau disebut juga dengan “ orang
berbangsa”. Orang baik-baik tentu
mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan suaranya akan menimbulkan simpati
orang. Orang yang menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak senonoh biasanya
disebut “tidak berbangsa” atau “rendah derajatnya”. Bahasa selalu dikaitkan
dengan budi, oleh karena itu selalu disebut dengan “budi bahasa” . Dengan
demikian ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti
disebutkan dalam ungkapan :
Hidup
sekandang sehalaman
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
Pantang
membuka aib orang
Pantang merobek baju di badan
Pantang menepuk air di dulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebah pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padannya
Pantang merobek baju di badan
Pantang menepuk air di dulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebah pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padannya
Oleh
karena itu kata dan ungkapan memegang peran penting dalam pergaulan, maka
selalu diberikan tuntunan tentang bertutur agar kerukunan tetap terpelihara.
Tinggi rendah budi seseorang diukur dari cara berkata-kata seseorang yang
mengeluarkan kata-kata yang salah akan menjadi aib baginya, seperti kata
pepatah “biar salah kain asal jangan salah cakap”.
Adat
bertutur orang Melayu juga dapat dilihat dalam Gurindam Dua Belas karangan Raja
Ali Haji seperti :
Pasal III
Apabila terpelihara lidah
Niscaya dapat daripadanya
faedah
Pasal IV
Mengumpat dan memuji hendaklah
pikir
Disitulah banyak orang yang
tergelincir
Jika sedikitpun berbuat
bohong
Boleh diumpamakan mulutnya
itu pekong
Barangsiapa berkata kotor
Mulutnya itu umpama ketur
Pasal V
Jika hendak mengenal orang
berbangsa
Lihat pada budi dan bahasa
Pasal VII
Apabila banyak berkata-kata
Distulah jalan masuk dusta
Apabila banyak mencela orang
Itulah tanda dirinya kurang
Apabila lemah lembut
Lekaslah segala orang
mengikut
Apabila perkataan yang amat
kasar
Lekaslah orang sekalian gusar
B. Kata
Mendaki dalam bahasa Melayu Riau
Dalam
berbahasa melayu dikenal ada kata mendaki yang merupakan adat dan tradisi yang
turun temurun di bumi melayu. Kata
mendaki adalah adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus
dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan meninggikan
martabat atau dengan gaya menghormati. Dalam kehidupan sehari-hari kata mendaki
ini digunakan untuk anak kepada orang tua, kemenakan kepada paman, yang muda
kepada yang tua, kepada orang-orang yang dihormati seperti tetua adat,
pemimpin.
C. Kata Mendatar Dalam Bahasa Melayu Riau
Kata
mendatar adalah cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam hal ini kita
boleh memakai dengan bebas penggunaan kata-kata, gaya, kiasan, sindiran atau
kritikan yang sesuai dengan ruang, waktu dan medan komunikasi.
D. Kata Menurun Dalam Bahasa Melayu Riau
Inilah
medan komunikasi terhadap orang yang lebih muda dari kita, seperti terhadap
adik, anak dan kemenakan, serta orang yang berkedudukan sosial lebih rendah
dari kita. Kata-kata yang dipakai memberi petunjuk, ajaran, pedoman dan
berbagai pesan mengenai kehidupan yang mulia atau bermartabat. Terhadap yang
lebih rendah kedudukan sosialnya barangkali diberi gugahan, agar menjunjung
tinggi kejujuran, kerja keras serta memegang amanah dengan teguh, sehingga dia
dapat meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya.
E. Kata Melereng Dalam Bahasa Melayu Riau
Kata Melereng, yaitu adab
berbicara dengan orang semenda. Pertalian keluarga krn perkawinan dng anggota suatu kaum. Caranya
tidak boleh langsung begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat,
disamping dipanggil dengan gelar juga dipakai bahasa berkias atau kata
perlambangan, gunannya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang
semenda tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar