nilai-nilai asas Jati Diri Melayu yang DaPat DiJaDikan
Perekat Persatuan Dan kesatuan Bangsa
Di antara nilai-nilai asas budaya Melayu yang menjadi jati diri kemelayuan orang Melayu sejak turun-termurun adalah:
1) nilai keterbukaan dalam kemajemukan
Budaya Melayu adalah budaya “bahari” yang
juga
disebut sebagai budaya “kelautan”. Kehidupan kelautan yang berabad-abad
mereka tempuh, menyebabkan kebudayaan ini menjadi sangat
terbuka. Beragam puak dan suku bangsa
mendatangi daerah Melayu, kemudian berbaur
dan berintegrasi turun-temurun, sehingga melahirkan masyarakat Melayu yang majemuk. Dari keberagaman suku bangsa dan puak itu serta beragam
kontak-kontak budaya dengan berbilang
bangsa, lambat-laun membentuk
kebudayaan Melayu yang majemuk pula.
Kemajmukan ini
menyebabkan masyarakat selalu terbuka kepada
semua pihak yang datang,
kemudian berbaur dan melebur dalam
alam Melayu. Melalui keterbukaan itulah orang-orang
Melayu selalu menerima siapa saja yang
datang ke daerahnya, yang mereka
sambut dengan ‘muka
yang jernih’ dan ‘hati yang lapang’, kemudian mempersilakannya untuk
hidup dan berusaha,
serta memberikan untuk menetap dan berketerununan.
Jalinan hubungan mesra inilah
yang selalu bermuara kepada ikatan
perkahwinan sehingga wujudlah kekerabatan yang
kekal. Selain itu, adat Melayu memberi peluang kepada siapa saja yang
ikhlas untuk mengikat tali persaudaraan melalui upacara adat
yang disebut “begito”, yakni mengaku bersaudara dunia akhirat.
Sejarah Riau mencatat, dari
keterbukaan itu pula wujudnya pemimpin-
pemimpin Melayu yang berasal dari luar. Misalnya, Sultan Siak sejak abad
ke-18 bercampur dengan Arab, sehingga
membentuk dinasti sultan-sultan
71
keturunan Arab sampai sultan terakhir, yakni Sultan Syarif Kasim II yang kemudian diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Selanjutnya, Sultan Sulaiman
Badrul Alam Syah dari kerajaan
Riau Johor mengangkat bangsawan Bugis Daeng Marewah menjadi
Yang
Dipertuan Riau I (1722 M)
di Bintan.
Keturunan beliau ini melahirkan Raja Haji Syahid Fi Sabilillah
yang juga diangkat sebagai Pahlawan
Nasional dan salah seorang keturunannya adalah Raja
Ali
Haji, pujangga Melayu yang handal,
yang menulis di antaranya “Gurimdam
Dua Belas”
dan “Kitab Tata
Bahasa
Melayu”, sehingga
kemudian bahasa
Melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia.
Perilaku keterbukaan ini pula
yang menyebabkan raja-raja dari kerajaan Rokan (Tambusai,
Dalu-dalu, Kepenuhan, Rambah, Rokan IV
Koto dan lain-lain)
secara ikhlas menerima
masyarakat dari Tapanuli
(Mandailing dan Batak) untuk
bermukim di wilayah kerajaannya, serta diberikan kawasan pemukiman
dan usaha turun-temurun hingga saat ini.
Perlakuan yang sama diperlakukan
terhadap pendatang dari Jawa, Minangkabau dan sebagainya, sehingga lambat-laun masyarakat Melayu Riau menjadi
semakin majmuk, namun hidup dalam kerukunan yang nyaman.
Pembauran suku yang
terjadi pada masa kerajaan Siak
Sri Indrapura,
dapat dibuktikan dari naskah kuno “Bab Al-Qawaid” (Pintu Segala
Pegangan), yakni Kitab Undang-undang
kerajaan Siak Sri Inderapura,
khususnya Bab yang kedua puluh, disebutkan:
Alif:
Ba:
Suku Tanah Datar
dari anak bumipun
ada sukunya dari
orang Minangkabau yang
mana luwak Tanah
Datar Minangkabau
yang datang ke Siak
Sri Indrapura
serta jajahan takluknya jadi suku
Tanah Datar.
Suku Lima Puluh
dari anak bumipun ada sukunya
dari orang Minangkabau pun ada, yang
mana luwak Lima Puluh
di Minangkabau yang datang
ke Siak
Sri Indrapura
serta jajahan takhluknya jadi suku Lima Puluh.
72
Ta:
Sa:
Jim:
Suku Pesisir dari
anak bumipun ada sukunya dari
orang Minangkabau yang mana luwak Agam Pesisir di Minangkabau
yang datang ke Siak
Sri Indrapura
serta jajahan takluknya jadi suku
Pesisir.
Suku Kampar dari anak bumipun ada sukunya dan mana negeri
Kampar yang tiada bekerja,
iaitu orang besar sahaja kepala
negeri itu yakni orang
lima Koto dan orang Koto
Baru yang mana datang ke
Siak Sri Indrapura serta jajahan takluknya
jadi suku Kampar.
Suku Hamba Raja Dalam dari anak bumipun ada sukunya dari
orang dagang dari
mana-mana negeri
yang ada beraja
dari negeri Kampar Kiri, negeri Kampar
Kanan, negeri Rokan Kiri, negeri Rokan Kanan, negeri Kota Intan, Negeri
Tambusai,
negeri Kepenuhan, negeri Rambah, dan dari Jawa dan Siam dan Keling
dan Batak
datang ke Siak Sri Indrapura
serta jajahan takluknya jadi suku Hamba Raja Dalam.
Dan lagi adalah yang dinamakan
Hamba Raja Dalam itu ada,
asalnya datang dari empat
suku dan ada asalnya datang
dari Hamba Raja Empat Suku dan
ada kalanya
datang dari lain suku. Maka apabila sudah terang masanya menjadi hamba Raja
Dalam juga sampai turun-temurun
jadi Hamba Raja Dalam sebelah ibunya*.
Terjadinya persebatian antara masyarakat pendatang dengan penduduk
tempatan tentu saja tidak terlepas
dari perilaku semua pihak. Yang datang tahu diri demikian pula yang tempatan. Asas hidup “di mana bumi dipijak,
di sana langit dijunjung,
di mana
air disauk,
di sana
ranting dipatah” dahulu memang ditaati oleh semua orang. Asas ini sebagai perwujudan
tahu diri menyebabkan jarak antara pendatang dengan penduduk tempatan
semakin mengecil, dan akhirnya
melebur dalam satu kesatuan yang
utuh dan kental.
73
Keterbukaan budaya Melayu selalu
dikawal dengan asas kearifan semua pihak. Petua orang tua-tua
yang mengatakan “pantang mengorang- orang di kampung orang; pantang
menghulu-hulu di kampung penghulu; pantang meraja-raja di kampung
raja” merupakan maklumat yang
ditaati. Demikian pula dengan
asas: “mengambil hak orang berunding
sesama awak; mengambil hak orang berunding
dengan orang”, mewujudkan rasa kearifan untuk saling menjaga hak masing-masing.
Terhadap masyarakat tempatan, adat mengingatkan untuk menjaga pelihara diri dan
kampung halamannya secara saksama, agar
dapat menunjukkan kepada pihak
lain tentang hak dan tanggungjawabnya.
Ungkapan adat mengatakan: “rumah dijaga dengan amanah,
kampung dijaga dengan maruah,
dusun dijaga dengan kaedah, negeri
dijaga dengan petuah”. Petuah ini dianggap
penting agar orang tidak berbuat
semena- mena dan tidak menganggap kawasan itu sebagai kawasan “tidak bertuan”.
Ungkapan adat mengatakan: “bila halaman tidak berpagar, bila
rumah tidak berdinding, angin lalu tempias lalu, aib terdedah malu tersimbah”.
2) nilai yang islami
Budaya Melayu adalah budaya
yang menyatu dengan ajaran agama
Islam. Nilai Keislaman menjadi
acuan dasar budaya Melayu. Kerananya,
budaya Melayu tidak dapat
dipisahkan dari Islam, sebagaimana tercermin dari ungkapan
adat: “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah, syarak
mengata adat memakai, syah
kata syarak, benar kata adat,
bila bertikai adat dengan syarak, tegakkan syarak”, dan sebagainya.
Namun demikian,
tidaklah bermakna bahawa budaya Melayu menolak
masyarakat yang tidak satu
akidah, bahkan sebaliknya menganjurkan untuk hidup saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai,
saling bertenggang-rasa, tolong-menolong dan seterusnya. Nilai inilah
yang sejak dahulu mampu
mewujudkan kerukunan hidup antara umat
beragama di bumi Melayu.
74
Ungkapan adat mengatakan: “adat hidup berbilang bangsa,
pantang sekali hina-menghina, pantang pula cerca-mencerca”. Selanjutnya dikatakan: “adat
hidup berlainan akidah, sama bijak
menjaga lidah, sama arif memelihara
langkah, sama bijak
mengatur tingkah” yang intinya mengingatkan agar perbezaan
agama haruslah disikapi dengan arif
dan bijak, serta dengan perilaku yang saling hormat-menghormati.
Orang tua-tua Melayu
mengatakan, bahawa hakikatnya, nilai-nilai Islami itu secara umum disebut: “Sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang
pada yang Satu”. Sifat
ini cerminan
dari kesedaran dirinya sebagai insan
ciptaan dan hamba Allah, yang menimbulkan kesedaran untuk sentiasa
berbuat kebaikan
di jalan Allah. Kesedaran
ini meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan
seseorang, serta menumbuhkan perilaku
terpuji dalam kehidupan berumah
tangga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, sehingga wujudlah Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Melalui ungkapan-ungkapan disebut:
Tahu asal mula jadi
Tahu berpegang pada yang Satu
Hamba tahu akan Tuhannya
Makhluk tahu akan Khaliknya
Yang agama berkukuhan Yang iman berteguhan
Yang sujud berkekalan Yang amal berkepanjangan
Sesama manusia ia berguna
Sesama makhluk ianya elok
Di dunia membawa tuah
Di akhirat beroleh rahmat
75
3) nilai senenek dan semoyang
Nilai ini mengajarkan orang untuk merasa seasal
dan seketurunan,
yakni sama-sama anak cucu Adam. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, menyedarkan orang akan kesamaan nenek moyangnya yakni berasal
dari Rumpun Melayu yang
satu. Nilai ini mampu menumbuhkan
rasa kekeluargaan dalam erti
luas, sebagai sampai peringkat persebatian
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ungkapan pantun ada mengatakan:
Ketuku batang ketakal
Kedua batang keladi muyang
Sesuku kita seasal
Senenek kita semoyang
Selanjutnya dijelaskan:
Tanda merasa senenek semoyang
Duduk bersama berkasih sayang
Tegak beramai tenggang-menenggang
Berfikiran jernih berdada lapang
Orang tua-tua memberi petuah:
Tanda Melayu sama serumpun
Dalam bercakap bersopan santun
Dalam susah santun
menyantun Dalam senang tuntun-menuntun
Petuah lain mengatakan:
Tanda orang sama seasal
Sakit senang kenal-mengenal
Jauh dekat ingat-mengingat
Elok buruk jenguk-menjenguk
Sempit lapang jelang-menjelang
Tua muda jaga-menjaga
4) nilai seaib dan semalu
Nilai saling memelihara
hubungan antara peribadi maupun antara
kelompok masyarakat. Nilai ini mengajarkan dan menyedarkan orang agar
hidup saling menjaga pelihara
hubungan baik, saling menjaga maruah,
saling menjaga agar
tidak melanggar “pantang
larang” yang terdapat
di dalam setiap suku
dan puak,
saling menjaga agar tidak ada
perilaku hujat- menghujat, maki-memaki, caci-mencaci, fitnah-memfitnah dan sebagainya
yang dapat menimbulkan aib malu bagi orang maupun dirinya sendiri,
atau dapat menimbulkan pertelikaian dan perpecahan di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Ungkapan adat mengatakan:
Tanda hidup seaib semalu
yang buruk sama dibuang
yang keruh sama dijernihkan
yang kusut sama diluruskan yang menyalah sama dibetulkan
salah besar diperkecil
salah kecil dihabisi
Selanjutnya dikatakan:
Aib jangan dibendangkan
Malu jangan disingkapkan
atau dikatakan:
Aib orang jangan dibilang
Aib diri yang kita kaji
77
5) nilai senasib sepenanggungan
Nilai menumbuhkan rasa
tanggung jawab sosial untuk saling
tolong- menolong, bantu-membantu, ingat-mengingat dalam kehidupan sehari-
hari. Dari sisi lain,
nilai ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan menjauhkan perilaku yang hanya mementingkan
diri sendiri,
kelompok, golongan atau kaum dan sukunya saja. Dengan demikian, nilai ini dapat
meredam tumbuhnya kesenjangan sosial, dapat
menjauhkan kecemburuan sosial baik
antara sesama anggota masyarakat maupun
antara suku dan etnis
dan dapat
pula mengikis
sifat dengki dan iri- mengiri, sifat mau menang sendiri,
sehingga dapat mewujudkan tali persaudaraan yang kental.
Ungkapan adat mengatakan:
Tanda senasib sepenanggungan bila ke laut sama basah
bila ke darat sama kering
bila mendapat sama berlaba bila hilang sama berugi
bila berlebih beri-memberi
bila kurang isi-mengisi
atau dikatakan:
Adat senasib sepenanggungan
dalam sempit sama berhimpit dalam lapang sama melenggang
Orang tua-tua mengingatkan pula:
Bertuah bangsa seia sekata
Bertuah negeri bersatu hati
6) nilai seanak sekemenakan
Nilai ini mengajarkan orang agar merasa bertanggung
jawab terhadap setiap anggota masyarakat
tanpa memandang asal suku, keturunan dan
sebagainya. Asas “seanak-sekemenakan” menganjurkan orang untuk peduli
terhadap pertumbuhan dan perkembangan
masyarakatnya, agar saling nasihat-menasihati,
tegur-menegur untuk
kebaikan dan kebajikan bersama. Nilai ini dapat menumbuhkan rasa keadilan, serta dapat
memberikan perlindungan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.
Di dalam ungkapan adat dikatakan:
Adat seanak-kemenakan
yang anak sama dipinak
yang kemenakan sama dibela
yang jauh diperdekat
yang menyalah diberi petuah
yang terlanjur sama ditegur
Orang tua-tua memberi petuah: Tanda seanak-sekemenakan
Seayun langkah seiring jalan
Nilai ini mengajarkan
pula
agar setiap orang saling menghormati
para pemimpin, tokoh dan tetua-tetua dari setia kelompok masyarakat.
Kebersamaan pandangan ini dapat
mewujudkan kebersamaan dalam menyelesaikan permasalahan, dapat melakukan musyawarah
mencari muafakat dan dapat menghilangkan rasa kesukuan yang sempit.
Ungkapan ada mengatakan:
Tanda seinduk dan sebahasa
Menyanggah tidak mencerca
Bercakap tidak menista
atau dikatakan:
Tanda orang senenek-semamak Petuah
diingat amanah disemak Seia sekata duduk dan tegak
Ungkapan lain mengatakan:
yang tua sama dipercaya
yang muda sama dipelihara
atau dikatakan:
yang sudah dituakan orang
cakapnya sama dipegang petuahnya sama dikenang
Ungkapan ini memberi petunjuk
bahawa siapa pun orang yang
sudah “dituakan” (dijadikan pemimpin) oleh
masing-masing suku dan puak,
cakapnya harus didengar
dan dihormati, serta dihormati menurut alur dan patutnya.
7) nilai seadat sepusaka, sepucuk setali Darah
Nilai ini mengajarkan untuk saling mengkaji asas-asas
nilai adat dan budaya yang memiliki kesamaan, kemudian menjadikannya sebagai simpai
pengikat, dijadikan benang penghubung,
dijadikan acuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Melalui kesamaan nilai-nilai luhur adat
dan budaya
itulah ditumbuhkan rasa persaudaraan yang kekal, yang dapat mewujudkan
terjalinnya hubungan tali darah
atau tali persaudaraan yang kental.
Ungkapan adat mengatakan:
Walau pun lain padang lain belalang
Lain lubuk lain ikannya
80
Namun yang belalang tetaplah belalang
Yang ikan tetaplah ikan
Dalam berbeda banyak samanya
Selanjutnya dikatakan:
Yang belalang sama ketingnya
Yang ikan sama insangnya
Orang tua-tua Melayu memberi petuah: Untuk menyelesaikan masalah
cari puncanya;
Untuk menyelesaikan sengketa
cari simpulnya;
Untuk menyatukan orang
cari kesamaannya;
Untuk memelihara silaturahmi mana yang sama dijadikan
tali; Berbezaan pendapat
hormat-menghormat.
Para tetua
masa silam memahami benar bagaimana mencari
kesamaan antara suku dan
bangsa. Mereka mencari mengatakan unsur- unsur
kesamaan itu terdapat pada hati nurani, pada nilai-nilai asas
kemanusiaan yang universal. Misalnya: “pantang ikan kekeringan,
pantang manusia kehinaan”; “pantang tua dilangkahi, pantang muda dipelesi”;
atau dikatakan: “pantang jantan dipermalukan;
pantang perempuan dihinakan” atau dikatakan: “pantang mamak
diperbudak, pantang kemenakan disia-siakan”.
8) nilai sesampan dan sehaluan
Nilai ini menyedarkan
orang tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara, agar
mereka turut menyelamatkan, memelihara bangsa dan negaranya, kemudian menyatukan tekad dan niat untuk mencapai
azam dan
matlamat tekad dan
niat
untuk mencapai azam dan matlamat
dalam pembangunan hari depannya.
Nilai ini dapat menumbuhkan rasa nasionalisme yang tinggi, menyuburkan
rasa kesetiakawanan sosial,
mengekalkan rasa patriotisme
serta
menjauhkan orang
dari
perilaku yang dapat memecah-belahkan
bangsa dan negaranya. Budaya Melayu
selalu mengibaratkan kerajaan, negara
bagaikan sebuah sampan, perahu atau bahtera yang besar yang
di dalamnya
hidup rakyat dengan nakhoda sebagai pemimpinnya.
Sampan, bahtera
atau perahu atau lancang itu akan berlayar
dengan selamat apabila seluruh
awaknya dapat menjalin kebersamaan, menyatukan tujuan dan
cita-citanya. Selanjutnya sang nakhoda sebagai
pemimpin haruslah mampu mengendalikan
arahnya
secara baik dan benar agar tujuan bersama wujud dengan sebaik-baiknya.
Di dalam lagu Lancang Kuning diabadikan petuah amanah:
Lancang Kuning berlayar malam
Haluan menuju ke lautan dalam
Kalau nakhoda kurang faham
Alamat kapal akan tenggelam
Ungkapan adat mengatakan:
Elok berkayuh sama merengkuh
Elok berdayung sama sealun Elok berjalan sama pedoman
Elok belayar sama tujuan
Adat sesampan satu haluan
Adat belayar satu kemudi Adat memerintah satu titah Adat memimpin satu petuah
82
Selanjutnya dikatakan:
Adat belayar di tengah laut
Pedoman diingat petunjuk diikut Dikemudikan menurut alur dan patut
Supaya selamat menentang
ribut
9) nilai Mendapat sama Berlaba, hilang sama Merugi
Nilai ini mengajarkan orang agar menjunjung
tinggi keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, atau dalam memanfaatkan SDA
dan sebagainya. Pemanfaatan sumber daya alami, kebijakan
ekonomi dan sebagainya, hendaklah
mengacu kepada asas keadilan dan
pemeratan, serta memberi manfaat yang sebesarnya bagi seluruh rakyatnya.
Nilai ini mengajar orang untuk tidak bersifat serakah, untuk tidak mencari
keuntungan bagi diri atau
kelompok sendiri saja, tetapi mengutamakan
kebersamaan dan pemeratan
yang adil. Dari sisi lain, nilai ini menyiratkan
agar menjauhkan monopoli, menjauhkan
kebijakan dan usaha yang dapat
merosak ekonomi bangsa dan
negara. Nilai ini juga memberi
petunjuk, agar apa pun
peluang yang ada, apa pun kebijakan yang
dibuat, hendaklah memberikan sebesar-besar manfaat bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan apa pun permasalahan yang timbul, haruslah menjadi tanggung
jawab bersama untuk mengatasi
dan menyelesaikannya.
Ungkapan adat mengatakan:
Makan jangan menghabiskan
Minum jangan mengeringkan
Orang tua-tua mengingatkan: Makan jangan kenyang seorang
Ingat-ingat penderitaan orang
8
atau dikatakan:
Mencari laba berhingga-hingga
Mencari untung berhitung-hitung
atau dikatakan:
Harta jangan membawa buta
Pangkat jangan membawa sesat Usaha jangan membawa bencana
Selanjutnya diingatkan lagi:
Adat makan jangan menyetan
Adat berusaha jangan aniaya Adat berniaga janganlah loba
10) nilai Menegakkan Maruah dalam
Musyawarah, Menegakkan
Daulat dalam Muafakat
Nilai mengajarkan orang agar
mengutamakan musyawarah dan muafakat, baik merancang
sesuatu mau pun menyelesaikan permasalahan yang ditimbul.
Nilai ini mengingatkan pula bahawa maruah dan tuah, harkat
dan martabat, daulat dan
harga diri
akan terpancar
di dalam
mewujudkan musyawarah dan muafakat.
Asas
musyawarah dan muafakat sebagai asas utama dalam adat hendaklah dijadikan acuan dan landasan dalam kehidupan
sehari-hari, agar rasa kebersamaan,
saling hormat-menghormati, saling isi-
mengisi, saling menunjuk ajari dapat berlangsung
dengan sebaik-baiknya.
Ungkapan adat mengatakan:
Di dalam musyawarah banyak faedah
Di dalam muafakat banyak manfaat
atau dikatakan:
Duduk musyawarah membawa berkat
Duduk muafakat membawa rahmat
84
Ungkapan lain mengatakan:
Di dalam musyawarah dan muafakat
itulah yang kusut diselesaikan
yang keruh dijernihkan
yang berbongkol sama ditarah
yang kesat sama diampelas yang bengkok diluruskan
yang menyalah dibetulkan
Orang tua-tua mengingatkan:
Sempurna kerja kerana bersama
sempurna helat kerana muafakat
atau dikatakan
Berdiri maruah kerana musyawarah
tegak adat kerana muafakat
Di dalam Tunjuk Ajar Melayu dikatakan: Apa tanda orang bermaruah
Santun dan hormat dalam musyawarah
Apa tanda orang beradat
Tahu diri dalam muafakat
Orang tua-tua juga
mengajarkan untuk menghargai silang
pendapat, terutama dalam melakukan musyawarah
untuk mencapai muafakat. Silang pendapat boleh saja terjadi,
dan memang
wajar terjadi, namun jangan sampai memecah-belah
kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
85
Ungkapan adat mengatakan:
Adat duduk di dalam musyawarah
tentu banyak bersilang
lidah
Adat duduk bermuafakat
tentulah banyak silang pendapat
Yang perlu diarifi ialah agar silang pendapat jangan merosak kerukunan
hidup atau membawa kepada pertelikaian dan
perpecahan, atau membawa
kepada dendam kesumat dan perseteruan.
Adat mengatakan:
Bila terjadi silang pendapat
jangan memecah umat
Bila terjadi selisih faham
jangan sampai menjadi dendam
Bila pendapat tidak sejalan
jangan menjadi pertelikaian
Bila pendapat tidak sesuai
jangan sampai telikai
Bila pendapat tidak sejudu
jangan sampai menjadi seteru
Selanjutnya orang tua-tua mengingatkan pula:
Adat berunding mencari muafakat
jauhkan sifat hujat-menghujat
Adat berunding orang terpuji
jauhkan sifat keji-mengeji
86
Adat berunding orang berilmu
pantang memberi aib dan malu
atau dikatakan:
Adat berunding orang beriman
pantang mencerca mencari lawan
Adat duduk bermusyawarah
pantang sekali fitnah-memfitnah
Budaya Melayu amatlah sarat dengan tunjuk ajar mengenai musyawarah
untuk muafakat, kerana musyawarah
dan muafakat
adalah sendi dalam kehidupan mereka turun-temurun.
Keutamaan musyawarah dan muafakat serta tatacara melaksanakannya
diatur dalam ketentuan adat yang
mereka warisi turun-temurun.
11) nilai Bercakap Bersetinah, Berunding Bersetabik
Nilai ini mengajarkan
orang untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan,
berperilaku sopan, tertib dan pekerti
mulia. Nilai ini juga mengajarkan agar memelihara lidah, menjaga
tingkah laku, menjauhkan sifat kasar langgar, memantangkan
mencaci orang, berlagak kuasa dan
sombong, merendahkan orang lain,
mau menang
sendiri, besar kepala, angkuh dan sebagainya.
Nilai ini tentulah
sangat bermanfaat dalam membentuk kehidupan yang
tertib, aman dan damai,
amat berfaedah dalam mewujudkan masyarakat yang saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai,
saling tahu diri dan saling memelihara
diri.
Ungkapan adat mengatakan:
Apa tanda orang beradat
elok perangai sempurna sifat
87
Apa tanda orang terpandang
bercakap tidak menista orang
Apa tanda orang bermaruah
kalau berbicara tidak menyalah
Apa tanda orang berakal
dalam berbual tidak membual
Ungkapan lain menyebutkan:
Apa tanda orang beriman
perangainya elok berbicaranya sopan
Apa tanda orang terpuji
bercakap tidak keji-mengeji
Apa tanda orang bertuah
menyanggah tidak sumpah-menyumpah
Di dalam tunjak ajar dikatakan
pula: Apabila hendak rukun dan damai
elokkan laku baikkan perangai
Apabila perilaku bersopan santun
negeri aman hidup pun rukun
atau dikatakan:
Apabila hidup tahukan diri
maruah tegak tuah berdiri
Apabila negeri hendak sentosa
elokkan dulu budi bahasa
88
Budaya Melayu, dan kita
yakini pula semua budaya suku,
puak dan etnis lainnya tentulah menjunjung
tinggi nilai-nilai etika, nilai kesantunan
baik dalam berbicara bergaul
dan sebagainya.
Kesantunan itu sudah menjadi bahagian yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat,
dan sangat diutamakan
dalam ajaran agama-agama di muka bumi ini.
12) nilai tahu akan Bodoh Diri
Sifat menyedari segala
kekurangan dan kelemahan diri sendiri,
mengetahui cacat
dan cela diri sendiri. Sifat ini akan mendorongnya
untuk bersungguh-sungguh menutupi kekurangan
dan kelemahannya,
memperbaiki segala kekeliruan dan kesalahan, serta memacunya
untuk berusaha sehabis daya
menuntut ilmu pengetahuan, mencintai ilmu
pengetahuan serta menghormati ilmu dan kelebihan orang lain.
Orang tua-tua Melayu mengatakan:
Seburuk-buruk Melayu
ialah Melayu yang bebal bercampur
dungu
Sifat ini memberi arahan,
agar manusia pantang sekali membesar-
besarkan diri, sombong dan angkuh
atau
merasa benar sendiri, tetapi
hendaklah menimba sebanyak mungkin
ilmu pengetahuan dari mana saja
sepanjang serasi dengan ajaran
agama dan budaya yang dianuti
agar dapat hidup sejahtera
lahiriah dan batiniahnya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
tahu akan kurang dari lebihnya
tahu akan cacat dari eloknya tahu akan bodoh dari cerdiknya
tahu akan bekal belum banyak
tahu ke atas belum berpucuk
tahu ke bawah belum berakar tahu di tengah belum berbatang
89
tahu umur belum setahun jagung
tahu darah belum setampuk pinang
tahu bercakap belum petah
tahu berunding belum masak tahu
menimba ilmu orang
tahu menyauk petuah orang
tahu duduk, duduk bangun
tahu tegak, tegak bertanya tahu merantau mencari guru
supaya diam, diam berisi
supaya bercakap, cakap bererti supaya bekerja, kerja menjadi
supaya hidup, hidup terpuji
13) nilai tahu Diri
Nilai yang menyedari sepenuhnya
hakikat hidup dan kehidupan di
dunia dan menyedari pula
akan adanya kehidupan di akhirat,
tahu dirinya, tahu dari mana asalnya,
tahu untuk apa hidup di
dunia dan ke mana akhir
hidupnya. Melekatnya sifat ini
menyebabkan dirinya benar-benar menjadi
orang yang “tahu diri”,
yang tahu diri dengan perinya,
tahu alur dengan patutnya, tahu duduk dengan tegaknya, tahu letak dengan tempatnya,
tahu menempatkan dirinya
pada tempat yang layak, tahu membawa
dirinya di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
tahu memahami hak dan
kewajibannya, tahu menjalankan tugas
yang dibebannya dan sebagainya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
tahu diri dengan perinya
tahu hidup dengan matinya tahu salah dengan silihnya
tahu gelanggang tempat bermain
90
tahu pangkalan tempat berlabuh
tahu teluk timbunan kapar
tahu tanjung pumpunan angin
tahu pasang menyentak
naik tahu surut menyentak turun
tahu rumah ada adatnya
tahu negeri ada undangnya tahu tepian ada bahasanya
tahu galas bersandaran
tahu dagang bertepatan
tahu asal mula datang tahu ujung tempat balik
14) nilai hidup Memegang amanah
Nilai setia memegang amanah,
kukuh menjunjung sumpah, teguh memegang janji, tekun menjalankan tugas kewajiban, patuh menjalankan
hukum dan undang, taat menjalankan agama, dan sebagainya.
Sifat ini memberi
petunjuk betapa pentingnya perilaku yang memegang
amanah, agar setiap amanah yang diterimanya, setiap tugas yang diberikan
kepadanya, setiap kepercayaan yang dipercayakan kepadanya dapat
dilaksanakan dan diwujudkan
dengan sebaik-baiknya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang disebut hidup memegang amanah
taat setia kepada agama
taat setia kepada amanah
taat setia kepada sumpah
mau mati memegang janji
mau binasa memegang petuah
mau melarat memegang amanat
91
cakapnya dapat dipegang
janjinya boleh disandang
15) nilai Benang arang
Sifat jujur dan lurus,
atau dikatakan “berkata lurus bercakap
benar”, sesuai kulit dengan
isinya, sesuai cakap dengan perbuatannya,
sesuai janji dengan buktinya, sesuai akad
dengan buatnya, sesuai sumpah dengan
karenahnya, dan seterusnya.
Sifat ini adalah cerminan
keperibadian Melayu yang menjunjung tinggi
kejujuran di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di dalam ungkapan disebutkan:
lurus bagai benang arang
lurusnya menahan bidik jujurnya menahan uji
sepadan takah dengan tokonya
sepadan lenggang dengan langkahnya sepadan ilmu dengan amalnya
sepadan laku dengan buatnya
sepadan cakap dengan perangainya
sesuai kulit dengan isinya
sesuai lahir dengan batinnya
pepat di luar pepat di dalam
runcing di luar runcing di dalam putih di luar putih di dalam
16) nilai tahan Menentang Matahari
Nilai berani dan pantang menyerah,
tabah menghadapi musibah, mandiri
dalam hidup
dan berusaha,
tidak gentar
menghadapi cabaran,
tangguh
92
menghadapi musuh, tahan
menghadapi cobaan, berani menghadapi mati
dan rela berkorban
untuk membela kepentingan agama, masyarakat, bangsa
dan negaranya, serta bertanggung
jawab atas perbuatannya, dan sebagainya.
Sifat ini ini dapat
menjadikan dirinya sebagai seorang patriot
bangsa dan pahlawan yang handal, sebagaimana
dikatakan dalam pepatah: “esa hilang
dua terbilang, pantang Melayu
berbalik belakang” atau dikatakan: “sekali
masuk gelanggang, kalau tak berjaya nama yang pulang”.
Di dalam ungkapan disebutkan:
tahan menentang matahari
tahan menentang mata pedang tahan menyilang mata keris
tahan asak dengan banding tahan capak dengan ugut
tahan bergelang tali terap
tahan berbedak dengan arang tahan berbantal dengan tumang
yang berani pada haknya
yang kuat pada patutnya yang keras pada adilnya
duduknya di tikar sendiri tegakknya di tanah sendiri
hidupnya di negeri sendiri
matinya di perkuburan sendiri
17) nilai tahu Menyemak Pandai Menyimpai
Nilai yang penuh
kearifan, bijaksana, tanggap dan cekatan
dalam menilai sesuatu dan memutuskan sesuatu. Sifat yang piawai ini menjadikan
dirinya mampu menyemak perkembangan
masyarakat dan perubahan zamannya,
mampu mengambil kebijakan yang
tepat dan bermanfaat, mampu menyelesaikan permasalahan, dan sebagainya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
93
arif menyemak kicau murai
arif menapis angin lalu
arif mendengar desau daun arif menilik bintang di langit
arif menangkap kerlingan orang
bijak menepis mata pedang
bijak membuka simpul mati
pandai mengurung dengan lidah
pandai mengandang dengan cakap pandai mengungkung dengan syarak
pandai menyimpai dengan adat pandai mengikat dengan
lembaga
cepat akal laju pikiran
cepat angan laju buatan tajam mata jauh pandangan
nyaring telinga luas pendengaran
18) nilai Menang dalam kalah
Nilai piawai dalam bersiasat,
mahir dalam menyusun strategi, sabar
dan teliti dalam mencari
peluang, unggul dalam berunding, berhemat cermat dalam mengambil keputusan,
teliti dalam mengambil kebajikan, berdada lapang dan berpandangan luas dalam menyelesaikan masalah, dan
memandang sesuatu dengan hari nurani yang jernih, dan sebagainya. Nilai ini juga mengajarkan
untuk bersikap lapang dada, sabar
dan mengalah
dalam batas-batas tertentu untuk mencapai kejayaan dan tujuannya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang menang dalam
kalah yang lapang dalam sempit yang kaya dalam susah
94
lapang dada luas hati
lapangnya tidak berhempang luasnya tidak berbatas
dalamnya tidak terukur kayanya tidak tersukat
beratnya tidak tertimbang
cerdik menjadi penyambung lidah
berani menjadi pelapis dada kuatnya menjadi tiang sendi
kerasnya tidak tertakik
lembutnya tidak tersudu lemahnya tidak tercapak
kendurnya berdenting-denting tegangnya berjela-jela
19) nilai tahan Berkering Mahu Berbasah
Nilai tabah menanggung
derita sengsara, sabar menghadapi cabaran dan cobaan hidup, gigih
dan tahan
dalam kemandirian, giat dan tekun
dalam bekerja keras, teguh
dalam menjalankan hak dan kewajibannya,
serta kukuh dalam upaya mencapai cita-citanya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
tahan berkering mau berbasah
tahan digilis mau digiling berkering tidak mengelak
digilas tidak terlindas
dicabar tidakkan gentar
diugut tidakkan takut
tahan berkain sehelai sepinggang
tahan berlapar membayar hutang
95
mau bersakat atas kepala
mau mengekas dalam panas mau
berembun dalam gelap mau disuruh sekali pergi mau dihimbau sekali datang
20) nilai tahu unjuk dengan Beri, tahu hidup Bertenggangan
Nilai pemurah, dermawan, setia
membela dan membantu orang, tidak
serakah dan tamak, tidak
mementingkan diri sendiri, penuh tenggang
rasa dan kesetiakawanan, ikhlas tolong menolong
persebatian (persatuan dan kesatuan)
dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, dan sebagainya. Di dalam peribahasa adat dikatakan, “mau seaib
dan semalu,
mau senasib sepenanggungan, mau ke bukit sama
mendaki, mau ke lurah sama
menurun, mau ke laut sama basah, mau ke darat sama berkering,
mau mendapat sama berlaba, mau hilang sama merugi,” dan sebagainya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
tahu unjuk dengan beri
tahu menjalin gelegar patah
tahu menjirat lantai terjungkat tahu menampal liang dinding
tahu menenggang hati orang
tahu menimbang perasaan orang
tahu menjaga aib malu orang
tahu menutupi kekurangan orang
hidup sedusun tuntun-menuntun
hidup sebanjar ajar-mengajar
hidup sekampung tolong-menolong
hidup sedesa rasa-merasa
hidup senegeri beri-memberi
hidup bersuku bantu-membantu
96
hidup berbangsa bertenggang rasa
yang searang sama
dibagi yang sekuku sama dibelah yang secebis sama dicebis yang secelis sama dicelis
kalau makan tidak sendiri
kalau senang tidak seorang
21) nilai timbang dengan sukat
Nilai keadilan dan kebenaran,
adil dalam setiap keputusan, benar dalam
setiap kebijakan. Orang tua-tua mengatakannya
sebagai sifat: “menjunjung adil
menegakkan yang benar”, atau dikatakan: “adilnya
tidak memandang bulu, benarnya tidak memilih kasih”.
Di dalam ungkapan disebutkan:
bila menimbang sama beratnya
bila menyukat sama penuhnya bila membelah sama baginya
bila mengukur sama panjangnya
sesuai sukat dengan timbangannya
sesuai belah dengan ukurnya
sesuai peluh dengan
upahnya sesuai penat dengan
salahnya sesuai alur dengan patutnya
tingginya tidak menimpa
kuatnya tidak mematah besarnya tidak melendan
menangnya tidak melenjin
duduknya pada yang hak
97
tegaknya pada yang benar
kasihnya tidak memilih sayangnya tidak berbilang
22) nilai tahu akan Malu
Nilai yang tahu menjaga aib dan malu, tahu mengawal
tuah dan maruah,
tahu memelihara nama baik
diri dan keluarga,
dan berpantang
memberi malu orang serta pantang pula
dipermalukan. Orang tua-tua mengatakan: “harga garam pada
masinnya, harga manusia
pada malunya”; atau dikatakan:
“bila malu sudah menimpa, pangkat
dan harta
tiada berharga”; “bila
malu sudah terkikis, tuah tercampak maruah pun habis”.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang disebut sifat malu malu membuka aib orang
malu menyingkap baju di badan
malu mencoreng arang di kening malu melanggar pada syarak
malu terlanda pada adat
malu tertarung pada lembaga
malu merosak nama baik malu
memutus tali darah
malu hidup menanggung malu malu mati tidak bermalu
23) nilai hidup Berpada-pada
Nilai yang tidak
suka kepada perbuatan atau pun tindakan yang
terlalu berlebih-lebihan, tidak
kemaruk kepada harta, tidak serakah
kepada pangkat dan kedudukan,
tidak iri dan dengki kepada kelebihan dan
kekayaan orang lain, tidak
mabuk dunia dan lupa diri,
tidak menghalalkan segala cara
untuk merebut kekuasaan, dan sebagainya.
Orang tua-tua mengatakan: “tahu
mengukur bayang-bayang sepanjang
badan”; atau dikatakan: “adat hidup berpada-pada, mencari harta berhingga-hingga,
98
mengejar pangkat berkira-kira, mensyukuri nikmat berlapang dada”.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang disebut sifat berpada-pada
mengejar pangkat berkira-kira mengejar harta berhingga-hingga
mengejar kedudukan
berjaga-jaga
yang disebut sifat berpada-pada
mencari pangkat berhemat-cermat mencari harta berjimat-jimat
mencari kedudukan beringat-ingat
yang disebut sifat berpada-pada
mengejar pangkat pada derajatnya mengejar harta pada patutnya
mengejar kedudukan
pada layaknya
pangkat jangan membawa mudarat
harta jangan membawa nista kedudukan jangan membinasakan
selera jangan dimanjakan
nafsu jangan diturutkan dunia jangan membutakan
ukur bayang-bayang sepanjang badan
ukur ilmu dengan kemampuan
elok memakai pada yang sesuai
elok berdiri pada yang serasi elok duduk pada yang seronok
elok berjalan pada yang sepadan elok makan pada yang tertelan
99
24) nilai ingat dengan Minat
Sifat ingat kepada diri,
ingat hidup akan mati, ingat
segala tugas dan tanggung jawabnya, ingat kepada beban yang dipikulnya dan menaruh
minat dan kepedulian yang
sebesar-besarnya terhadap masyarakat
dan lingkungannya, serta meminati
dan mencermati
berbagai perubahan, pergeseran nilai
dan perkembangan
yang terjadi
di dalam
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
ingat beban yang dipikulnya
ingat hutang yang disandangnya ingat hak dan kewajibannya
ingat hidup dikandung
adat
ingat mati dikandung tanah
ingat dusun dengan kampungnya
ingat atap yang sebengkawan ingat pisang goyang-goyangan
ingat akan tiang yang terpalang
ingat akan batang yang melintang ingat akan rumput yang menjemba
ingat akan dinding yang teretas ingat akan lantai yang terjungkat
ingat akan tunjuk dengar ajar
ingat akan amanah dengan petuah
yang ingat tiada bersukat
yang minat tiada bertempat
minat kepada kaum kerabat
minat kepada suku dan bangsa minat kepada alam sekitarnya
minat membela saudara-mara minat menjaga kaum dan bangsa
100
minat memelihara tuah dan maruah
minat menjunjung petuah amanah
25) nilai hemat dan Cermat
Nilai berhemat cermat, arif
dalam berhitung cermat dalam berkira.
Orang tua-tua mengatakan: “tahu berhemat menghitung hidup, arif berkira
membilang masa, cermat menilik
laba dan rugi”. Sifat ini
menjauhkan dirinya dari
perilaku yang “terburu
nafsu”, menjauhkannya dari sifat ceroboh, tanpa perhitungan dan sebagainya.
Di dalam ungkapan dikatakan:
tahu hidup berhemat-hemat
tahu berkira secara cermat
tahu berhitung membaca
alamat tahu mengekang nafsu menyesat tahu menjaga selera nekat
mengatur hidup ianya cermat
mengatur harta ianya hemat mengatur nafsu ianya dapat
mengatur selera ianya kuat
laba dan rugi ianya ingat
mudanya sejahtera tuanya selamat
sampai mati takkan melarat
26) nilai tahu harta Berpunya, tahu Pinjam Memulangkan
Nilai yang
menghormati, menghargai,
dan memelihara hak-hak
orang lain, dan bertanggungjawab atas
hak orang
lain yang dipakainya atau
dipinjamnya atau dipercayakan kepadanya.
Di dalam ungkapan dikatakan:
101
adat hak ada berpunya
adat menjemput menghantarkan
adat meminjam memulangkan adat mengantar sampai-sampai
adat memulangkan elok-elok
hak orang sama dipandang
hak orang sama dijaga
milik orang sama dipelihara
yang pinjam sepanjang
boleh
yang memulangkan sebelum sudah
27) nilai tahu hidup Meninggalkan, tahu Mati Mewariskan
Nilai
yang menyedarkan orang untuk berkarya,
berbuat kebajikan, berbuat budi dan jasa selama hidupnya, serta mewariskan nilai-nilai luhur agama dan budaya, mewariskan karya dan jasa,
mewariskan nama baik, mewariskan keteladanan dan perilaku terpuji dan
sebagainya, yang memberi faedah dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, bangsa dan
negaranya.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang disebut hidup meninggalkan
meninggalkan syarak tempat berpijak meninggalkan adat tempat menepat
meninggalkan lembaga tempat berjaga meninggalkan budi yang terpuji
meninggalkan contoh yang senonoh meninggalkan teladan yang sepadan
meninggalkan nama yang mulia meninggalkan petuah yang berfaedah
meninggalkan kaji yang berisi meninggalkan pusaka yang berharga
meninggalkan anak yang dipinak meninggalkan harta yang berguna
meninggalkan dunia dengan bekalnya.
102
28) nilai lasak Mengekas, tekun Mengais
Nilai lasak dalam
berusaha, tekun dalam bekerja keras,
cerkas dalam mencari peluang hidup, bersemangat
dalam berkarya, aktif dan rajin
menciptakan peluang kerja untuk
memenuhi semua keperluan hidup diri,
keluarga, masyarakat dan bangsanya.
Orang tua-tua mengatakan, bahawa sifat ini adalah cerminan dari
rasa kemandirian dalam menghadapi hari depannya agar dapat “duduk
sama rendah dan tegak sama
tinggi” dengan masyarakat atau bangsa lainnya,
serta melepaskan dirinya dari sifat
ketergantungan kepada orang lain.
Di dalam ungkapan dikatakan:
lasak mengekas takkan melengas
tekun mengais rezeki tak habis rajin bekerja takkan terhina
mau bersusuah hidup menakah
mau berpenat hidup selamat mau berlenjin hidup terjamin
dalam bersusah banyak faedah
dalam berpenat banyak yang dapat dalam berletih banyak yang boleh
dalam bekerja banyaklah
jasa
29) nilai Menggulut air setimba
Nilai menghargai dan memanfaaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya, berdisiplin, pantang berlengah-lengah
dan pantang
bermalas- malas atau membuang-buang
masa. Orang tua-tua mengatakan: “siapa menyia-nyiakan masa, alamat
dirinya
akan binasa” atau dikatakan:
“bila mudanya membuang waktu,
tuanya kelak menjadi hantu”, atau
dikatakan: “bila hidup bermalas-malas
mudanya rugi tuanya kandas”. Ungkapan adat
menegaskan: “apabila masa
dibuang-buang, di dunia rugi di akhirat terbuang”.
103
Di dalam ungkapan dikatakan:
bagai menggulut air setimba
bila lengah tekak dahaga
bila lalai mulut ternganga
bila malas tumbuh bencana
elok berjalan ketika pagi elok memerun ketika panas
elok menuang ketika cair elok
bekerja selagi muda elok melihat sebelum buta
elok mendengar sebelum pekak
elok bertanya sebelum sesat elok
berguru sebelum malu
yang masa takkan tersangga
yang umur takkan terukur yang waktu takkan menunggu
bila ‘dah lepas kijang ke rimba
dikejar diunut pun sia-sia
bila hidup di pintu ajal
takkan berguna segala sesal
30) nilai Merendah Menjunjung tuah
Nilai rendah hati (bukan rendah diri), tidak sombong
dan tidak angkuh, tidak
membesar-besarkan diri, tidak merendahkan orang
lain, tidak membangga- banggakan keturunan, tidak menyombongkan pangkat dan harta, tidak melebih-
lebihkan ilmu sendiri,
tidak “besar kepala dan besar bual” dan sebagainya.
Orang tua-tua mengatakan: “adapun
sifat Melayu terpuji, lidahnya
lembut dan rendah hati”
atau dikatakan: “yang disebut Melayu
terbilang, hatinya rendah dadanya lapang.
104
Di dalam ungkapan dikatakan:
Sifat merendah menjunjung tuah
rendahnya tidak membuang maruah rendahnya tidak mengambil muka
rendahnya tidak mengada-ngada rendah menurut alur patutnya
rendah mengikut pada adatnya
rendah berpunca pada adabnya
rendah mengangkat tuah diri
rendah menjaga budi pekerti rendah tak dapat diperjual beli
pantang merendah kepala dilapah pantang merendah minta sedekah
pantang merendah dimakan sumpah
pantang merendah aib terdedah
31) nilai lapang Dada terbuka tangan
Sifat pemaaf dan
pemurah, orang tua-tua mengatakan: “tanda Melayu berdada lapang, ikhlas
memaafkan kesalahan orang, tolong menolong
tiada kurang, bercakap sama muka belakang, bertindak suka berterang-terang”.
Orang tua-tua selalu
mengingatkan agar menjauhi sifat yang
suka berdendam kesumat, sebagaimana
dikatakan “apabila hidup dendam- mendendam, ke darat sesat ke
laut
karam”; atau dikatakan: “apabila hidup
berdendam kesumat, kemana pergi takkan selamat”.
Di dalam ungkapan dikatakan:
sifat lapang terbuka tangan
hatinya bersih berpalut iman kesalahan orang ia lupakan
105
kesusahan orang ia rasakan
dendam kesumat ia jauhkan
sifat orang berdada lapang
tahu merasa bijak menenggang
tahu menjaga aib malu orang tahu
menghapus muka berarang
sifat orang terbuka tangan
cepat kaki ringan tangan
tahu menolong orang berbeban
bijak membantu dalam kesempitan
32) nilai Berbaik sangka
Nilai yang selalu bersangka
baik kepada orang dan berpantang
bersangka buruk.
Orang tua-tua mengatakan: “apa tanda Melayu
terbilang, bersangka
baik kepada orang, bersangka buruk
ia
berpantang”; atau dikatakan: “apabila selalu berbaik sangka,
ke mana
pergi orang
akan suka”, sebaliknya dikatakan: “apabila suka
bersangka buruk, mudanya rosak tuanya teruk”.
Di dalam ungkapan dikatakan:
adapun sifat berbaik sangka
menghujat mengeji ia tak suka bergaul dengan bermanis muka siapa
datang ia terima
siapa bercakap ia percaya
33) nilai yang Pucuk
Sifat kepimpinan sejati yang
semestinya dimiliki oleh setiap orang
yang dijadikan pemimpin atau
dituakan oleh masyarakatnya, atau yang
dikemukakan oleh kaum dan
bangsanya. Sifat ini intinya mencakupi
beragam sifat mulia yang terdapat di dalam tamadun Melayu yang Islami
106
seperti: beriman dan bertaqwa kepada
Allah, berbudi pekerti mulia,
berperangai terpuji, berlaku arif
dan bijaksana,
bertindak adil dan jujur,
berlidah lembut, bermulut manis, berkepribadian mulia dan tenggang
rasa, berfikiran jernih berdada lapang, berwawasan
luas dan berpandangan
jauh ke depan, cerdas
dan tangkas,
berani dan tabah, setia dan
amanah, memiliki ketangguhan menghadapi cabaran dan tantangan
zaman, mampu hidup mandiri, percaya diri dan sebagainya.
Orang tua-tua mengatakan, “sifat pucuk” ini hakikatnya
adalah cerminan dari sifat-sifat mulia yang
dianjurkan oleh ajaran Islam dan
tamadun Melayu. Kerananya, sifat ini lazimnya disebut
“sifat tua” atau “sifat Jati”.
Selanjutnya dikatakan: “apabila hendak menjadi orang, sifat yang pucuk
harus dipegang”; atau dikatakan:
“apabila hendak menjadi manusia, sifat
yang pucuk jadi pakaitannya”;
atau dikatakan: “tanda manusia sempurna
akhlak, sifat yang pucuk
tempatnya tegak”; atau dikatakan: “tanda orang sempurna budi, sifat
yang pucuk ia hayati”; atau
dikatakan: “apa tanda Melayu terbilang, sifat yang pucuk yang ia pegang”.
Di dalam ungkapan disebutkan:
yang disebut sifat yang pucuk di adat menjadi pucuk adat
di hulukan menjadi pucuk penghulu
di majlis menjadi pucuk rundingan di helat menjadi pucuk kata
di hilirkan menjadi pucuk lembaga
raja tidak membuat daulat
datuk tidak membuang maruah penghulu tidak membuang tuah
hulubalang tidak membuang kuat alim
tidak membuang kitab
tukang tidak membuang bahan cerdik tidak membuang pandai
tahu menyelesaikan rantau kusut
|
|
tahu menjernihkan tepian keruh
tahu menghapus arang di kening
tahu membayar hutang baris
tahu meniti mata pedang
tahu menurut alur patutnya tahu belah dengan baginya
tahu sifat dengan tabiatnya tahu memutus dengan syarak
tahu menimbang dengan adat
tahu menyukat dengan lembaga
tahu mencencang dengan undang
|
|
putus tidak membinasakan
timbang tidak memberatkan sukat tidak menyesatkan
cencang tidak mematikan tahu menghitung-hitung diri
tahu membilang bayang-bayang
tahu menilik angan-angan
tahu membaca
cewang di langit
|
|
yang berumah berpintu dua
pintu muka menjemput adat pintu belakang menebus malu
|
|
yang berunding tidak berdinding
dinding terletak
di orang banyak
yang bercakap tidak dipekap kalau dipekap ada adatnya
kayanya tempat meminta
tuanya tempat bertanya
mudanya tempat menyeraya
|
|
tegaknya di tengah-tengah
ke kiri tidak melanda
|
|
ke kanan tidak mengena
kalau melanda dengan syarak
kalau mengena dengan adat
ke laut dia
tak hanyut
ke darat dia tak
sesat ke hulu dia tak malu
ke hilir dia tak mungkir
besarnya tidak mengharapkan gelar
kecilnya tidak mengharap
kasihan
................................................ (dan seterusnya)
Nilai-nilai asas
adat dan budaya Melayu yang
diuraikan di atas, bila dicerna, dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari baik di rumah tangga
maupun dalam bermasyarakat, mewujudkan rasa sejahtera, tentulah
dapat mewujudkan rasa sejahtera lahiriah
dan batiniah.
Nilai- nilai ini tentulah terdapat pula
di dalam
adat dan budaya masyarakat lainnya, sehingga memudahkan untuk merajut
dan menyulamnya
dalam keberagaman suku dan puak.
Dahulu, di dalam upacara-upacara adat dan tradisi, ungkapan-ungkapan
yang menjabarkan nilai-nilai ini diketengahkan oleh orang
yang dituakan, para cerdik pandai,
alim ulama dan sebagainya, sehingga dapat diwariskan
turun-temurun dari generasi
ke generasinya. Kegiatan ini lazimnya disebut
“menyampaikan tunjuk ajar” atau
“mengekalkan petuah amanah” kepada anak-kemenakan dan kaum sukunya.
Tradisi untuk mewariskan nilai-nilai luhur ini, menunjukkan betapa orang Melayu amat
memperhatikan anak dan
kaum bangsanya. Adanya
“tunjuk ajar” itu
menyebabkan setiap orang dapat lebih memahami nilai-nilai dimaksud, kemudian
mengupayakan agar dirinya, anak-anak dan keluarganya
dapat menyerap dan menjadikan nilai-nilai luhur adat dan budayanya.
Melalui uraian di atas
diharapkan semakin muncul kesedaran semua
pihak untuk menggali, membina,
mengembangkan dan mencerna serta menghayati nilai-nilai budaya Melayu, sehingga kebudayaan Melayu yang
109
Islami ini dapat
tetap kukuh dalam kehidupan orang-orang
Melayu, dan dapat mengekalkan
“jati diri” kemelayuannya. Kita tentu memiliki kesamaan
pandangan, bahawa nilai-nilai budaya Melayu yang Islami adalah universal
dan serasi serta bermanfaat
untuk segala zaman. Betapa pun
majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, betapa
pun lajunya
perubahan dan teknologi, betapa pun lajunya perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya, betapa
pun terbukanya dunia dengan
globalisasi total, tentulah diharapkan agar
nilai-nilai asas budaya Melayu
ini tidak
tergeser dan
terabaikan. Justeru nilai-nilai inilah yang
diharapkan mampu membentengi alam Melayu
dari berbagai cabaran yang dapat merosak akhlak manusia.
Sekarang kehidupan terasa semakin
berat menghadapi tantangan “intervensi”
budaya luar, yang belum
tentu serasi dan sejalan dengan
nilai- nilai asas budaya Melayu yang Islami. Kehidupan masa kini dan masa depan
yang semakin terdedah,
semakin membuka peluang terjadinya pergeseran,
perubahan dan penghikisan nilai-nilai budaya Melayu. Kenyataaan ini
tentulah patut dicemaskan, terutama dengan semakin maraknya
perlaku yang tidak lagi mencerminkan perlaku manusia yang berada dan berbudaya,
tidak lagi mencerminkan perilaku Melayu yang Islami,
santun dan berbudi tinggi. Di mana-mana
terjadi peningkatan kemaksiatan, prostitusi, narkoba, perjudian, tindakan
kejahatan dan sebagainya. Di mana-mana
terjadi krisis kepimpinan dan krisis kepercayaan,
terjadi tindakan-tindakan kekerasan,
terjadi pertembungan dan perkelahian masalah antara suku dan puak, terjadi
hujat-menghujat dan saling berburuk
sangka dan sebagainya. Sekarang sebahagian orang bangga dengan perlaku
“kasar langgar”, bangga dengan kesombongan dan keangkuhan
membabi buta. Sebahagian lagi sudah
terpuruk ke dalam limbah keserakahan
dan ketamakan, serakah kepada
harta dan dunia, tamak kepada pangkat dan jabatan,
sehingga “lupa diri”
dan “mabuk dalam kepentingan
peribadi dan kelompoknya”.
Sekarang orang nyaris tidak
lagi memiliki
rasa malu,
kerananya tidak segan-segan menghalalkan segara
cara untuk
mencapai tujuannya. Orang seakan tidak lagi
menghargai sesamanya, tidak
lagi menghormati
hukum, seakan tidak ada lagi nilai
sopan santun. Semuanya memberi petunjuk
bahawa bangsa kita umumnya, termasuk puak Melayu, sudah dicemari
oleh perilaku yang “menyalah”, yang dapat memuluhlantakkan sendi-sendi
110
keimanan dan ketaqwaan, yang membinasakan nilai-nilai budaya dan agama.
Kenyataan ini seharusnya
disemak dengan arif, agar bangsa
ini tidak
semakin hanyut ke dalam
lembah kenistaan, dan salah satu
upaya yang perlu dilakukan adakah dengan
meningkatkan upaya-upaya menanamkan
nilai-nilai mulia budaya Melayu
yang Islami ke dalam diri
setiap insan Melayu dalam erti yang seluas-luasnya.
Kerananya, diharapkan kepada semua pihak untuk
tidak berlengah- lengah mencermati perubahan dan pergeseran
nilai budaya dimaksud, agar Melayu yang bertuah, Melayu
yang bermaruah, beriman dan bertaqwa, tidak hilang dari permukaan
bumi ini. Dengan demikian, apa
yang diamanahkan Laksamana
Hang Tuah: “Tuah sakti
hamba negeri, esa hilang dua terbilang, patah tumbuh
hilang berganti, takkan
Melayu hilang di bumi” akan dapat diwujudkan
dengan sebaik-baiknya.
saranan
Menyemak keadaan masyarakat,
bangsa dan negara kita sekarang
nyaris kehilangan jati diri
kerana banyak kehilangan nilai-nilai luhur adat budaya, menurunnya rasa nasionalis sebagai bangsa kerana menonjolnya
rasa kedaerahan yang sempit,
serta terjadinya beragam krisis, mulai
krisis ekonomi, politik, kepimpinan
dan yang
terparah adalah krisis moral (akhlak), disarankan untuk:
1. Meningkatkan
upaya penggalian, pembinaan, pengembangan dan pemahaman nilai-nilai
luhur adat dan budaya oleh masing-masing
suku dan puak yang
menjadi jati dirinya. Upaya ini
dapat disebut “memelayukan orang Melayu,
menjawakan orang Jawa, membatakkan
orang Batak, membugiskan orang Bugis, menyundakan orang Sunda, mengacehkan orang Aceh, dan seterusnya, yang intinya mengembalikan
mereka kepada nilai-nilai luhur yang mereka warisi turun temurun.
2. Meningkatkan upaya pewarisan nilai-nilai luhur adat dan budaya
masing-masing suku dan puak
kepada generasi mudanya, agar mereka
menjadi generasi yang berjati diri, beradat dan berbudaya
luhur pula.
111
3. Melakukan pertukaran informasi antara suku dan puak tentang adat dan budaya untuk memudahkan mencari benang merah kesamaan
yang dapat dijadikan
sebagai perekat pemersatu bangsa.
4. Membentuk forum-forum adat dan budaya lintas suku dan puak sebagai
wadah bersama untuk membangun
dan mengekalkan
adat dan budaya bangsa sebagai jati diri bangsa Indonesia yang majmuk.
5. Memfungsikan secara
optimal para pemangku dan pemuka
adat dan budayawan dari setiap suku dan puak serta melibatkan
mereka di dalam
merancang dan melaksanakan pembangunan di kawasan masing-
masing, agar pembangunan dapat wujud menjadi pembangunan
yang mencerminkan budaya tempatan.
6. Melibatkan secara
langsung para tokoh dan adat
budayawan dalam upaya memberantas kemaksiatan, atau
memberantas hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan tatanan nilai adat dan budaya tempatan.
7. Meningkatkan pembelajaran budaya tempatan melalui muatan lokal
di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan,
mulai dari peringkat terendah
sampai keperguruan tinggi,
termasuk sanggar- sanggar dan organisasi kemasyarakatan dalam arti luas.
8. Memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi
untuk mengimpun, mengkaji, memartabatkan dan mengekalkan nilai-nilai asas
budaya, dan
9. Usaha-usaha
lain sesuai dengan kemampuan dan
peluang yang ada, termasuk upaya pencapaian visi dan misi masing-masing daerah.
kesiMPulan
Kita meyakini bahawa setiap
suku dan puak bangsa Indonesia
pastilah memiliki nilai-nilai asas budaya dan adat
istiadatnya, yang turun-temurun mereka jadikan acuan dan jati dirinya, dan kita yakin, nilai-nilai dimaksud
mengandung tunjuk ajar dan petuah amanah yang dapat dijadikan
simpai
112
pemersatu bangsa, serta
mampu mewujudkan kehidupan yang aman,
damai dan sejahtera.
Kerananya, dengan beranjak dari nilai-nilai luhur dan
kearifan yang piawai itu
bangsa kita akan menjadi bangsa
yang beradab, menjadi bangsa yang
bertamadun tinggi, yang
mampu mengekalkan kehidupan sejahtera lahiriah dan batiniahnya.
Dari sisi lain, pembangunan
yang
berlandaskan budaya
sendiri, akan dapat mewujudkan
pembangunan yang berjati diri bangsa
yang memancarkan nilai-nilai budaya bangsa dalam keberagaman,
yang mencerminkan jati diri
yang kokoh, mampu menghadapi cabaran serta memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi
seluruh rakyat. Dari sanalah kita memperlihatkan kepada
dunia luar, bahawa perbezaan
suku, puak, agama dan kepercayaan tidaklah menyebabkan perpecahan, tetapi sebaliknya menjadi
modal utama dalam membangun kehidupan
yang bermartabat, bermaruah, terbilang dan cemerlang.
Semoga kita semua dirahmati
Allah. Wallahu a’lam.
Tumbuh rumput di tepi pagar,
Akar benalu menjalar juga; Tujuh laut boleh terbakar, Kapal Melayu berlayar juga.
Di mana biduk di sana pencalang,
Bila bergalah sama dimudiki; Mana yang elok bawalah pulang,
Apabila menyalah kita perbaiki.
* Dikutip dari buku “Bab Al-Qawa’id (1901 M); transliterasi dan Analisis, OK Nizami Jamil dkk,
Bappeda Kabupaten
Siak 2002, hal. 74-75.
113
ruJukan
Datuk Dr
Tengku Said Nasaruddin Said Effendy (2013),
Tunjuk Ajar Melayu
tentang Sikap Mandiri dan Percaya Diri, Lembaga Adat Melayu.
Datuk Dr
Tengku Said Nasaruddin Said Effendy (2012), Nilai-Nilai Asas Jati Diri
Melayu: Sebagai Perekat Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan
Bernegara, Lembaga Adat Melayu.
Datuk Dr
Tengku Said Nasaruddin Said Effendy (2012),
Tunjuk Ajar Melayu
dalam Pantun, Gurindam dan Seloka, Lembaga Adat Melayu.
Datuk Dr Tengku Said Nasaruddin
Said Effendy (2012), Syair Melayu (An Epic
Poem on the Fate of the Malays), Lembaga Adat Melayu
0 komentar:
Posting Komentar